Masjid Asasi Nagari Gunung
Masjid
yang semula Surau Gadang memiliki bentuk yang sederhana. Bertonggak
kayu, dinding dan lantai terbuat dari papan, dan atap terbuat dari ijuk
(anau). Masjid berdiri di atas tanah wakaf Imam Baso dan Khatib Kayo
Almarhum Suku Koto. Peresmian bangunan dilakukan oleh Tuangku Nan IV
Jurai dalam sidang Kerapatan Nagari Penghulu Nan IV dan Penghulu Nan IV
di balairungsari Balai Tajungkang di tanah Datuk Kupiah Sangit Almarhum.
Tuangku Nan IV yang tergabung dalam Jurai Sigando, Jurai Ganting, Jurai
Lusiang, dan Jurai Ekor Lubuk pada tahun 1795 melakukan usaha
penggantian bahan bangunan. Usaha tersebut dilakukan bersama dengan anak
nagari mencari kayu untuk tonggak macu, tonggak pendukung, dan bahan
lainnya yang diperlukan di Gunung Merapi. Selain itu, hasil penjualan
panen dari sawah wakaf juga dibelikan kayu dan ijuk.
Pemugaran
pertama dilakukan pada tahun 1800 berupa penggantian tonggak kayu,
dinding dan lantai dari papan, dan gonjong satu di tengah-tengah.
Sedangkan atap masjid masih menggunakan ijuk. Pengerjaan bagian atap
masjid dipimpin oleh Engku Panjang dari Pandai Sikat dan pengerjaan kayu
oleh Gaik Palimo dari Sarik Sungai Puar. Masyarakat setempat juga
melakukan pemugaran berupa penggantian atap juk dengan seng, tiang kayu
yang lapuk menjadi tembok, dan dinding bagian dalam ditambah lapisan
papan baru.
Masjid
dikelilingi pagar besi di bagian selatan dan pagar tembok di bagian
barat dan utara. Untuk memasuki kawasan masjid, terdapat pintu gerbang
di sebelah selatan. Bangunan masjid itu sendiri berbentuk panggung,
berdenah persegi panjang, dan terbuat dari kayu. Mihrab dan serambi
masjid menjorok keluar dari bangunan utama. Atap masjid bersusun
tigaterbuat dari bahan seng, dimana bagian atap mihrab dan serambi
bergonjong dua. Adapun pintu untuk memasuki ruangan utama berada di
sebelah timur dengan melalui tujuh buah anak tangga. Pintu tersebut
memiliki dua buah daun pintu.
Dinding
ruang utama terbuat dari kayu papan berukir khas tradisional
Minangkabau di bagian luar, sedangkan di bagian dalam ditambahah lapisan
papan polos baru. Lantai masjid juga terbuat dari papan kayu. Di dalam
ruang utama berdiri delapan buah tiang kayu dan sebuah tonggak macu.
sebelumnya tonggak macu juga terbuat dari kayu. Akan tetapi, karena
keropos diganti dengan beton dari bagian bawah yang berbentuk persegi
hingga plafon yang berbentuk segi delapan dan bulat. Jendela kaca
berdaun dua masing-masing berjumlah empat buah berada di dinding utara
dan selatan ruang utama. Jendela serupa juga dapat ditemui di sisi utara
dan selatan mihrab. Atap mihrab berbentuk gonjong dan di dalamnya
terdapat mimbar yang terbuat dari kayu papan.
Serambi
masjid berada di sebelah timur berupa ruangan tertutup tanpa jendela.
Ruangan serambi ini disekat dari ruang utama, memiliki pintu di sebelah
barat ruang utama, dan difungsikan sebagai ruangan pengurus masjid.
Kemudian, di bagian depan masjid sebelah utara terdapat bangunan
panggung seperti tempat penyimpanan padi yang digunakan untuk tempat
bedug yang terbuat dari kayu kelapa. Bangunan tersebut terbuat dari
kayu, dinding berupa papan berukir, dan atap terbuat dari seng dengan
bentuk gonjong empat. Pintu masuknya berada di sebelah timur. Bangunan
terakhir yang terpisah dari bangunan induk dan berada di sebelah selatan
dari depan masjid adalah tempat wudhu. Tempat wudhu berada diluar
pagar, di bawah bangunan rumah garin masjid. sumber air berasal dari
mata air yang ada di sekitar masjid. Pintu masuknya berada di sebelah
barat dengan melalui tangga menurun.
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat
Post a Comment