Masjid
Agung Sumenep terletak di Jalan Trunojoyo Nomor 6, Kelurahan Bangselok,
Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur. Masjid berada
di tengah kota Sumenep berbatasan dengan Jalan Trunojoyo di sebelah
timur, di sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk, di sebelah
utara dengan pertokoan, dan di selatan dengan Pasar Polowijo. Masjid
Agung Sumenep berdiri di atas tanah berukuran 89 x 89 m.
Deskripsi Bangunan
Ruang Utama
Di
dinding timur dalam ruang utama terdapat dua prasasti yang mengapit
pintu masuk utama. Prasasti I yang terletak di sebelah utara berhuruf
Arab, sedangkan prasasti II terletak di selatan berhuruf Arab dan Jawa.
Ruang utama masjid memiliki sembilan pintu yang menghubungkan ruang
utama dengan serambi. Lima pintu terdapat pada dinding timur sedangkan
pada dinding utara dan selatan masing-masing terdapat dua pintu. Ruang
utama di topang oleh 13 tiang yaitu satu tiang di tengah-tengah ruang,
empat tiang di utara, empat tiang di timur, empat tiang di selatan, dan
empat tiang di barat.
Atap masjid berbentuk tumpang bersusun tiga. Pada atap tingkat kedua dan ketiga terdapat dua loteng berdenah bujur sangkar. Atap tingkat pertama berdiri di atsa konstruksi kayu yang didukung langsung oleh dinding ruang utama dan terdapat tangga yang menghubungkan dengan atap kedua. Pada bagian puncak atap ketiga terdapat mustaka berbentuk bujursangkar yang menopang bola bersusun tiga yang makin ke atas makin kecil. Di dalam ruang utama terdapat mihrab, mimbar, maksurah dan tiang-tiang.
Atap masjid berbentuk tumpang bersusun tiga. Pada atap tingkat kedua dan ketiga terdapat dua loteng berdenah bujur sangkar. Atap tingkat pertama berdiri di atsa konstruksi kayu yang didukung langsung oleh dinding ruang utama dan terdapat tangga yang menghubungkan dengan atap kedua. Pada bagian puncak atap ketiga terdapat mustaka berbentuk bujursangkar yang menopang bola bersusun tiga yang makin ke atas makin kecil. Di dalam ruang utama terdapat mihrab, mimbar, maksurah dan tiang-tiang.
Mihrab, Mimbar, dan Maksurah
Mihrab
terletak di dinding barat. Pilaster bagian luar bersusun dua sedangkian
bagian dalam bersusun tiga. Antara pilaster bagian luar dengan bagian
dalam terdapat hiasan bingkai cermin. Sedangkan mimbar
beratap rata yang ditempel tegel keramik, bagian atasnya terdapat hiasan
pelipit rata dan setengah lingkaran. Ruang maksurah terletak di sebelah
selatan dari mihrab. Maksurah merupakan artefak
bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika
unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid.
Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya
memuliakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT.
Serambi
Serambi
masjid pada keempat sisi ruang utama, yaitu serambi timur, utara,
barat, dan selatan. Tubuh tiang serambi barat dihubungkan oleh tembok
sehingga merupakan serambi tertutup. Masjid Agung Sumenep memiliki dua
buah bedug di serambi utara dan satu lagi di ruangan atas gapura.
Bangunan lain
Gapura
masjid berupa gapura paduraksa terdiri dari dua tingkat yang terbuat
dari tembok. Pada kaki gapura terdapat dua ruangan di sebelah utara dan
selatan. Pada sisi utara dan selatan merupakan teras terbuka. Atap
gapura merupakan atap ruangan tingkat dua berbentuk genta, dan lubang
angin berbentuk bujur sangkar. Dalam masjid ini terdapat pula congkob.
Congkob menurut masyarakat setempat yaitu bangunan seperti cungkup pada
makam yang berfungsi sebagai tempat bermalam musafir.
Congkob terdapat pada sisi timur laut dan tenggara kompleks masjid. Bangunan congkob yang terdapat di tenggara mempunyai bentuk, bahan, dan ukuran yang sama dengan bangunan di timur laut. Dalam masjid ini juga terdapat Menara. Menara terletak di tengah-tengah bagian belakang bangunan induk atau di sisi barat kompleks masjid.
Tubuh menara terbagi atas empat tingkat, dimana tiap tingkat dipisahkan oleh pelipit yang melingkari tubuh menara. Atap menara berbentuk kubah dari seng yang dicat warna hijau. Pada puncak atap terdapat mustaka yang berbentuk tiga buah bola bersusun semakin ke atas makin kecil yang terbuat dari seng. Pada sisi timur kompleks dibatasi oleh gapura dan pagar besi. Pagar besi dibangun oleh bupati Sumenep.
Tubuh pagar berbentuk pilar segi empat berjumlah delapan pilar dan jeruji besi berbentuk susunan tombak. Pagar sebelah utara mempunyai bentuk, ukuran, da hiasan yang sama dengan sebelah selatan. Pada pilar pintu masuk pagar ini terdapat prasasti yang bertuliskan “8 Juni 1927 Kanjeng Raden Toemenggung Ario Praboewinoto Bupati Soemenep”.
Masjid
Agung Sumenep dibangun setelah selesainya pembangunan Kraton Sumenep,
pembangunan masjid ini digagas oleh Adipati Sumenep ke 31,Pangeran
Natakusuma I alias Panembahan Somala (berkuasa tahun 1762-1811 M).
Adipati yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja
mendirikan masjid yang lebih besar, untuk menampung jemaah yang semakin
bertambah. Bangunan masjid yang ada saat itu dikenal dengan nama Masjid
Laju, dibangun oleh adipati Sumenep ke 21 Pangeran Anggadipa(berkuasa
tahun 1626-1644 M) sudah tak lagi memadai kapasitasnya untuk menampung
jemaah.
Pembangunan
masjid Agung Sumenep di arsiteki oleh Lauw Piango, arsitek yang sama
yang menangani pembangunan kraton Sumenep. Lauw Piango adalah cucu dari
Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang mula-mula
datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang
akibat adanya perang yang disebut ‘Huru-hara Tionghwa’ (1740 M). proses
pembangunan masjid dimulai tahun 1198 H (1779M) dan keseluruhan proses
pembangunannya selesai pada tahun 1206H (1787M).
Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut:
Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut:
“Masjid
ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di
negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang
memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat
Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya
Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan
tidak boleh dirusak.”
Sumber : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1999). Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. , bujangmasjid.blogspot.com
Post a Comment