Mukmin memiliki kakak perempuan yang berdagang. Kakaknya ini sudah
berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Kakaknya ini hidup rukun dengan
suaminya. Dan suatu ketika, badai keluarga menerjang. Usaha yang
dirintis mereka bedua ternyata merugi. Tak ayal, kakak Mukmin terjerat
banyak hutang dan usahanya terancam bangkrut.
Sekuat tenaga kakak Mukmin ini mempertahankan usahanya. Pada akhirnya
ada skala prioritas yang didahulukan. Demi tetap mempertahankan suplai
barang tak putus, beberapa kewajiban lain terpaksa ditunda, termasuk
membayar cicilan rumah.
Beberapa bulan berlalu, pihak bank kemudian melayangkan surat
pemberitahuan bahwa cicilan harus segera dibayar. Pihak bank memberikan
keringanan untuk tidak membayar seluruhnya, hanya sebagian saja yang
terhitung mendesak untuk didahulukan. Waktu itu jumlahnya adalah Rp.
1,8jt. Tapi karena kakak Mukmin tidak memiliki uang, kewajiban itu tak
bisa ditunaikan.
Semua kesulitan itu diceritakan kepada Mukmin. Saat mendengarkan cerita
itu, Mukmin juga ketularan bingung, karena ia juga tak memiliki uang
sebesar itu. Ditabungannya hanya ada uang Rp. 1jt. Jumlah itu tentu
tidak cukup. Tapi melihat kesulitan kakaknya itu, Mukmin berjanji akan
mencari jalan untuk membantunya.
Beberapa hari Mukmin berfikir bagaimana membantu kakaknya. Ia teringat
perkataan ustadznya dulu bahwa jika ada kelebihan rejeki, maka kalangan
terdekat dululah yang harus dibantu. Kali ini kakaknya sendiri mengalami
kesulitan. Maka kakaknyalah yang harus menjadi prioritas utama baginya.
Masalah uang satu juta di rekeningnya tak akan membuat dia risau kalau
seluruhnya dia berikan kepada kakaknya. Tapi masalahnya uang itu tak
mencukupi untuk membantu.
Mukmin pun teringat dengan kakak laki-lakinya yang juga berdagang. Ia
menimbang-nimbang apakah akan meminta tolong pada kakaknya yang satu
lagi itu? Ia menimbang-nimbang karena ia mengetahui bahwa kakaknya yang
laki-laki ini sedang merenovasi rumahnya. Dan tentu hal itu membutuhkan
banyak uang. Mukmin takut kalau ia mengutarakan masalah tersebut, si
kakak malah akan terbebani.
Namun setelah menimbang-nimbang, akhirnya ia putuskan untuk membicarakan masalah ini kepada kakaknya yang laki-laki itu. "Begini kak ceritanya. Kasihan juga kalau tidak dibantu. Kakak tahu sendiri usahanya sekarang sedang menurun", ujar Mukmin. "Hmmm...kalau begitu tak apa-apa, aku akan tambahkan kekurangannya", ujar kakak laki-laki Mukmin. "Alhamdulilah...syukurlah. Setidaknya satu beban sudah bisa terselesaikan". Ujar Mukmin senang.
Akhirnya uang yang diperlukan pun lengkap. Mukmin menyerahkan uang
tersebut kepada kakak perempuannya dan segera dibayarkan ke bank. Dengan
dibayarnya uang tersebut, kakak perempuan Mukmin bisa bernafas lega,
setidaknya beberapa bulan ke depan. Mukmin dan kakak perempuannya
sama-sama berharap, semoga perdagangannya di beberapa bulan ke depan
kian untung.
Beberapa waktu berlalu dan kehidupan kembali berjalan normal. Mukin
kembali bekerja dan kakaknya kembali berdagang. Dalam sebuah kesempatan
bersilaturahmi, Mukmin berbincang-bincang dengan kakak laki-lakinya. Ia
mengutarakan keinginannya untuk kuliah. "Oya, bagus itu," ujar si kakak. "Tapi uangnya tak ada kak", ujar Mukmin. "Berdoa saja, semoga ada rejeki untuk bisa kuliah", ujar si kakak.
Selang beberapa waktu setelah itu. Mukmin ditelpon kakak laki-lakinya. "Jadi benar kamu ingin kuliah, Min?" Tanya kakak Mukmin. "Iya kak, maunya sih begitu," ujar Mukmin. "Ya sudah kamu daftar dulu saja, nanti biaya kuliahnya akan kakak transfer ke rekening kamu," ujar kakak Mukmin. Mukmin seakan tak percaya mendengar itu. "Bener nih kak?" Tidak merepotkan kan?" Mukmin berujar. "Iya bener dan tidak merepotkan kok. Kamu daftar saja kuliahnya dan beri tahu kapan tanggal pembayarannya," ujar kakak Mukmin lagi.
Seperti mendapat suntikan vitamin, Mukmin segera mendaftar ke sebuah
perguruan tinggi di Jakarta. Ia begitu semangat mempersiapkan semuanya.
Dan benar saja, saat ia memberitahukan tanggal pembayaran kuliah ke
kakaknya, beberapa hari sebelumnya di rekening Mukmin terdapat kiriman
uang yang jumlahnya ternyata Rp. 10jt. Jumlah yang lebih dari cukup
untuk membiayai masa awal kuliahnya. Mukmin terpana dan berucap syukur.
Kakaknya mengaku uang tersebut memang tak semua dari dirinya, tapi
ditambah oleh kerabatnya yang lain, jadi semacam patungan. Mukmin
manggut-manggut dan kembali mengucap syukur.
Mukmin termenung-menung sendiri jikalau mengingat runtutan peristiwa
hingga ia mendapat uang Rp. 10jt. Ternyata sedekahnya yang berjumlah Rp.
1jt dulu mendapat ganjaran 10x lipat, yakni Rp. 10jt dalam sebuah
proses yang sangat tak disangka-sangka. Dengan uang itu, Mukmin tak
hanya bisa membayar uang kuliah, tapi juga bisa membeli banyak buku yang
ia perlukan untuk kegiatan perkuliahannya.
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.